Sasuke's Mangekyō Sharingan Contoh Analisa Keuangan Perusahaan
Posted by : Unknown Senin, 04 November 2013

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DITINJAU DARI LIKUIDITAS, SOLVABILITAS DAN PROFITABILITAS

A. Pendahuluan
Perkembangan posisi keuangan mempunyai arti yang sangat penting bagi perusahaan. Untuk melihat sehat tidaknya suatu perusahaan tidak hanya dapat dinilai dari keadaan fisiknya saja, misalnya dilihat dari gedung, pembangunan atau ekspansi. Faktor terpenting untuk dapat melihat perkembangan suatu perusahaan terletak dalam unsur keuangannya, karena dari unsur tersebut juga dapat mengevaluasi apakah kebijakan yang ditempuh suatu perusahaan sudah tepat atau belum, mengingat sudah begitu kompleksnya permasalahan yang dapat menyebabkan kebangkrutan dikarenakan banyaknya perusahaan yang akhirnya gulung tikar karena faktor keuangan yang tidak sehat.
Analisis keuangan pada dasarnya ingin melihat prospek dan risiko perusahaan. Prospek bisa dilihat dari tingkat keuntungan (profitabilitas) dan risiko bisa dilihat dari kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau mengalami kebangkrutan.

B. Jenis-Jenis Rasio Keuangan
 Rasio keuangan adalah perbandingan antara dua elemen laporan keuangan yang menunjukkan suatu indikator kesehatan keuangan pada waktu tertentu (Erich A Helfert, 1996: 87). Tujuan analisis rasio keuangan adalah untuk mengetahui hubungan-hubungan antara pos-pos neraca dan laba rugi dan merupakan alat untuk mengukur kemampuan dan kelemahan suatu perusahaan berdasarkan dari data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Jenis-jenis rasio keuangan:
1. Likuiditas
Menurut SK Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992, likuiditas merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar. Likuiditas (Riyanto, 1995: 25) adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.
Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekutan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
Variabel likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.
2. Current Ratio
Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya. Alat Likuid: uang kas di bank dan rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia.
3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998: 130). Jumlah laba bersih sering dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi.
4. Solvabilitas
Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini dilikuidasikan (Riyanto, 1995: 32). Pengertian solvabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek dan jangka panjang).
Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua utang-utangnya, tetapi tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan tersebut likuid. Sebaliknya perusahaan yang insolvabel (tidak solvabel) tidak dengan sendirinya bahwa perusahaan tersebut adalah juga likuid.
Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas terdapat 4 kemungkinan yang dapat dialami perusahaan yaitu (Riyanto, 1995: 32):
a. Perusahaan yang likuid tetapi insolvable.
b. Perusahaan yang likuid dan solvable.
c. Perusahaan yang solvabel tetapi illikuid
d. Perusahaan yang insolvabel dan illikuid


C.  Menghitung Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Profitabilitasnya
Profitabilitas adalah kemapuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.
Berikut adalah laporan laba rugi PT. Maju Jaya:
PT. Maju Jaya
Penjualan Bersih 112.760.000
Harga Pokok Penjualan (HPP) (85.300.000)
Laba Kotor 27.460.000
Biaya Pemasaran (6.540.000)
Biaya Admin&Umum (9.400.000)
Biaya Operasional (15.940.000)
Laba sebelum bunga & Pajak (EBIT) 11.520.000
Bunga Hutang (jika ada) (3.160.000)
Laba Sebelum Pajak (EBT) 8.360.000
Pajak Pendapatan (48%) atas EBT (4.013.000)
Laba setelah pajak 4.347.000
 Catatan:
Total Aktiva PT Maju Jaya = Rp 81.890.000,-
Adapun Rasio Profitabilitas yang akan dipakai adalah:
  • Gross Profit Margin
  • Net Profit Margin
  • Return on Investment (ROI)
Gross Profit Margin
Gross Profit Margin = (Penjualan – HPP) / Penjualan Atau
Gross Profit Margin = Laba Kotor / Penjualan
Gross Profit Margin = 27.460.000 / 112.760.000 = 0,2435 = 24,35%
Gross Profit margin = 24,35%
artinya bahwa setiap Rp 1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp 0,2435. Semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik. Tetapi pada penghitungan Gross Profit Margin, sangat dipengaruhi oleh HPP, sebab semakin besar HPP, maka akan semakin kecil Gross Profit Margin yang dihasilkan.
Net Profit Margin
Net Profit Margin = Laba setelah pajak (EAT)/Penjualan
Net Profit Margin = 4.347.000 / 112.760.000 = Rp 0,0386 = 3,86%
Apabila Gross Profit Margin selama suatu periode tidak berubah, sedangkan Net Profit Marginnya mengalami penurunan, berarti biaya meningkat relatif besar dibanding dengan peningkatan penjualan.
Return On Investment (ROI) atau Return on Assets (ROA)
ROI = Laba setelah pajak (EAT) / Total Aktiva
ROI = 4.347.000 / 81.890.000 = Rp 0,0531 = 5,31%
ROI = 5,31%
artinya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan, berarti dengan Rp 1000,- aktiva akan menghasilkan laba bersih setelah pajak Rp 53,10 atau dengan Rp 1,- menghasilkan laba bersih (EAT) Rp 0,0531.

D.      Tingkat Kesehatan Perusahaan
Tingkat kesehatan perusahaan diperlukan untuk melihat apakah suatu keuangan dalam suatu perusahaan itu dalam keadaan sehat atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara dua elemen yang ada atau disebut dengan rasio. Dengan rasio itu, kita dapat mengetahui tingkat rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Peningkatan kinerja harus selalu dikaitkan dengan penerapan prinsip efisiensi. Artinya, dalam upaya menampilkan kinerja yang memuaskan suatu sistem bekerja sedemikian rupa sehingga hasilnya menggunakan sebagai sarana, daya dan dana yang dialokasikan untuk menyelenggarakannya.
Penggolongan tingkat kesehatan BUMN sudah diatur oleh pemerintah yang dituangkan dalam SK Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992. PT. Maju Jaya sebagai perusahaan BUMN menggunakan SK Menteri Keuangan tersebut dalam penggolongan tingkat kesehatannya, yaitu sebagai berikut:
1. Sehat sekali, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 110.
2. Sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 100 sampai 110.
3. Kurang sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 90 sampai 100.
4. Tidak sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah kurang dari atau sama dengan 90.

E. Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas Terhadap Tingkat Kesehatan Perusahaan
Menurut SK Menteri Keuangan RI No. 826/KMK.013/1992 tentang tingkat kesehatan perusahaan, faktor rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas adalah merupakan 100% dari bobot tingkat kesehatan perusahaan. Faktor-faktor likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas tersebut akan dapat diketahui dengan cara menganalisa dan menginterpretasikan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan dengan menggunakan metode atau teknik analisa yang tepat atau sesuai dengan tujuan analisa. Dengan kata lain laporan keuangan suatu perusahaan perlu dianalisa karena dengan analisa tersebut akan diperoleh semua jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.
Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modalnya hanya mendasarkan pada pertimbangan solvabilitasnya saja, maka pemenuhan modalnya haruslah selalu dipenuhi dengan modal sendiri, karena makin besar modal sendiri maka makin tinggi tingkat solvabilitasnya.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

- Copyright © CERTAIN FINANCE -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -