Posted by : Unknown
Senin, 04 November 2013
Analisis rasio digunakan untuk membuat perbandingan
antar waktu (rasio horizontal) atau antar perusahaan (rasio perusahaan
dibandingkan dengan rasio industry = rasio vertical).
Saat kita mengamati setiap rasio, kita harus bertanya
: apa yang berusaha diukur rasio tersebut dan mengapa informasi itu penting?
Rasio digunakan baik untuk keperluan internal
(manajemen perusahaan) maupun eksternal (pemegang saham, pemasok, pembeli,
pemerintah termasuk pajak dan BPS, kreditur, investor, karyawan dll)
Kategori
Rasio Keuangan
1. Short-term
solvency or liquidity ratios (rasio likuiditas).
Sesuai dengan namanya short-term solvency dimaksudkan
untuk menyediakan informasi mengenai tingkat likuiditas perusahaan. Rasio ini
mengukur kemampuan perusahaan membayar tagihan-tagihan jangka pendek tanpa
mengalami masalah keuangan. Dengan demikian, rasio ini berfokus pada aset
lancar dan likuiditas jangka pendek. Rasio likuiditas terutama menarik bagi
para kreditur jangka pendek. Mengingat para manajer keuangan terus berhubungan
dengan bank dan kreditur jangka pendek lainnya, pemahaman atas rasio ini sangat
penting. Semakin tinggi nilai rasionya, akan semakin baik tingkat likuiditas
perusahaan. Namun angka rasio likuiditas yang terlalu tinggi, akan berakibat
sebaliknya terhadap rasio profitabilitas (keuntungan).
2.
Long-term
solvency or financial leverage ratios (rasio solvabilitas / pengungkit)
Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan jangka
panjang perusahaan dalam memenuhi kebutuhan / kewajiban jangka panjangnya
terutama terhadap pinjaman jangka panjang. Pengungkit (leverage) adalah istilah
yang digunakan untuk pinjaman. Karena bila perusahaan hanya menggunakan modal
sendiri dalam beraktivitas (operasinya), maka akan membutuhkan waktu lama untuk
mencapai target pertumbuhan yang dikehendaki. Untuk itu , sepanjang dapat
mengendalikan tingkat resiko yang timbul dari pinjaman (berupa pembayaran bunga
yang tetap harus dibayar walau perusahaan menderita kerugian), maka perusahaan
dapat menggunakan pengungkit untuk mendongkrak kinerjanya.
Semakin tinggi rasio ini, semakin besar kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban keuangan jangka panjangnya.
3.
Asset management
or turnover ratios (rasio aktivitas)
Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi
penggunaan aset perusahaan sehingga disebut juga sebagai asset utilization
ratios. Rasio ini dapat diartikan sebagai ukuran terhadap omzet
(turnover/sales). Jadi rasio ini dimaksudkan untuk memberi gambaran seberapa
efisien dan intensif perusahaan menggunakan aset-asetnya untuk menghasilkan
penjualan.
Semakin besar rasio turnover semakin baik, karena hal
ini berarti perusahaan dapat memanfaatkan asetnya lebih optimal (perusahaan
semakin sering menggunakan aset-asetnya). Contoh : perputaran persediaan 6 kali
(dalam setahun) lebih baik dibanding dengan perputaran persediaan 5 kali.
Ada perusahaan-perusahaan yang memang sengaja
mengambil keuntungan tipis namun dalam jumlah transaksi yang sering sehingga
secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan
yang besar. Contoh : pasar swalayan.
Rasio ini bisa juga dinyatakan dalam ukuran waktu. Kebalikan
dengan ukuran turnover (perputaran aset), semakin lama waktu aset tersebut
berputar (digunakan dalam 1 siklus usaha), maka semakin buruk efisiennya. Contoh
: umur piutang yang lamanya 6 bulan kurang efisien dibanding dengan umur
piutang yang 3 bulan.
4.
Profitability
ratios / measures (rasio profitabilitas / rentabilitas)
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa efisien
perusahaan menggunakan aset-asetnya dan mengelola usahanya sehingga
menghasilkan laba bersih (bottom line).
Semakin tinggi nilai rasionya, berarti kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih semakin baik, tentunya ini berdampak
positif terhadap kinerja perusahaan.
5.
Market value
ratios (rasio nilai pasar)
Rasio
ini untuk mengetahui nilai pasar per lembar saham dari perusahaan. Rasio ini
hanya dapat digunakan untuk perusahaan yang telah menjual sahamnya di pasar
modal (perusahaan terbuka / emiten). Semakin tinggi nilainya, berarti
masyarakat semakin mempercayai perusahaan tersebut.
Contoh :
PT Maju Semangat
Laporan Posisi Keuangan
untuk periode yang berakhir tanggal
(dalam miliar rupiah)
Aset 2012 2011 Liabilitas dan Ekuitas 2012
2011
Aset Lancar Liabilitas Jangka Pendek
Kas & Setara Kas
696 58 Utang Usaha 307 303
Piutang Usaha
956 992 Utang
Wesel 26 119
Persediaan
301 361 Lainnya 1.662
1.353
Lainnya 303 264
Jumlah 1.995 1.775
Jumlah 2.256 1.675
Liabilitas Jangka Panjang 843 1.091
Aset Tidak
Lancar
Aset Tetap Net
3.138 3.358 Ekuitas 2.556 2.167
Jumlah 5.394 5.033 Jumlah 5.394
5.033
PT Maju Semangat
Laporan Laba Rugi (Komprehensif)
Tahun 2012
(dalam miliar rupiah)
Penjualan Bersih
5.000
Beban Pokok Penjualan
(2.006)
Beban Usaha
(1.740)
Penyusutan (116)
Laba Sebelum Bunga dan Pajak 1.138
Beban Bunga
7
Laba Sebelum Pajak 1.131
Pajak (34%)
442
Laba Bersih
689
(dalam rupiah penuh)
Laba per Saham (Earning per Share / EPS) 3,61
Dividend per Share 1,08
Angka perhitungan di bawah ini untuk tahun 2012 dan disajikan
dalam miliar rupiah (kecuali hasilnya)
Ad 1. Menghitung rasio likuiditas (liquidity
ratios) tahun 2012
Current Ratio (Rasio Lancar) = CA / CL = Aset Lancar / Likuiditas Jangka Pendek = 2.256 / 1.995
= 1,13 kali (=113%) artinya 1 rupiah utang (liabilitas) jangka pendek
perusahaan dijamin pembayarannya dengan 1,13 rupiah aset lancar. Semakin tinggi
nilai rasio lancar ini semakin baik (semakin besar jaminan untuk pembayaran
utang jangka pendek perusahaan).
Quick Ratio (Rasio Cepat) = (CA – Inventory) / CL = (2.256 – 301) / 1.995 = 0.98 kali (98%). Artinya 1
rupiah utang jangka pendek perusahaan dijamin pembayarannya oleh 0,98 rupiah
aset cepat (kas dan setara kas serta piutang usaha).
Cash Ratio (Rasio Kas) = Cash / CL = 696 / 1.995 = 0.35 kali (35%) artinya 1 rupiah
utang jangka pendek perusahaan dijamin pembayarannya oleh 0,35 rupiah kas dan
setara kas.
NWC to Total Assets = NWC / TA = (2.256 – 1.995) / 5.394 = 0,05 (5%) menunjukkan
jumlah likuiditas jangka pendek perusahaan terhadap total aset yang dimiliki
perusahaan. Semakin rendah nilainya menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan
yang rendah.
Interval Measure = CA / average daily operating costs =2.256 / ((2.006 + 1.740)/365) = 219.8 hari. Rasio
ini menunjukkan seberapa lama perusahaan dapat terus berjalan (contoh kasus :
bila perusahaan dilanda pemogokan sehingga arus kas perusahaan menderita ‘kekeringan’).
Dalam kasus di atas perusahaan tetap dapat berjalan selama 220 hari atau lebih
dari 7 bulan. Bila pemogokan lebih dari 220 hari, maka perusahaan tidak dapat
beroperasi lagi. Yang dimaksud dengan daily
operating cost mencakup beban pokok penjualan dan beban usaha yang bersifat
tunai.
Ad 2. Menghitung rasio pengungkit (leverage
ratios)
Total Debt Ratio = (TA – TE) / TA = (5.394 – 2.556) / 5.394 = 52.61% artinya sebanyak
52,61% aset perusahaan dibelanjai (didanai) oleh dana pinjaman. Semakin besar
rasio ini berdampak semakin besar resiko bagi kreditur dalam hal pengembalian
pinjamannya.
Debt/Equity = TD / TE = (5.394 – 2.556) / 2.556 = 1,11 kali artinya 1
rupiah dana modal sendiri (ekuitas) diikuti oleh 1,11 rupiah dana pinjaman atau
dana pinjaman 1,11 kali dari dana sendiri alias lebih besar dana pinjaman
dibanding dana sendiri (ekuitas).
Equity Multiplier = TA / TE = 1 + D/E = 1 + 1,11 = 2,11 kali artinya dengan modal
sendiri (ekuitas) sebesar 1 rupiah dapat menghasilkan aset sebesar Rp 2,11.
Berarti 1 rupiah ekuitasnya digandakan sehingga menjadi 2,11 rupiah aset.
Long-term debt ratio = LTD / (LTD + TE) = 843 / (843 + 2.556) = 24,80%. Rasio ini menunjukkan
seberapa besar sumber dana jangka panjang merupakan modal pinjaman. Sumber dana
jangka panjang (dikenal dengan istilah total capitalization) terdiri dari
liabilitas jangka panjang dan ekuitas (modal sendiri). Sebagian analis keuangan
lebih tertarik kepada pinjaman jangka panjang dibanding pinjaman jangka pendek
karena pinajaman jangka pendek kerap berubah di samping utang usaha lebih
mencerminkan praktek dagang dibanding kebiajakan manajemen utang.
Ad 3. Menghitung rasio aktivitas (Coverage Ratios)
Times Interest Earned (TIE) / Interest Coverage Ratio =
EBIT / Interest = 1.138 / 7 = 162,57 kali
artinya 1 rupiah beban bunga dijamin pembayarannya oleh 162,57 rupiah laba
usaha. Artinya memberi kepastian dalam pembayaran bunga bila semakin besar
rasionya. Masalah yang dihadapi TIE adalah karena rasio ini didasarkan pada
EBIT yang bukan merupakan ukuran dari tersedianya dana tunai untuk membayar
beban bunga, karena di dalam EBIT sudah dikurangi beban penyusutan yang
merupakan beban non tunai.
Cash Coverage = (EBIT + Depreciation) / Interest = (1.138 + 116) / 7 = 179,14 kali artinya 1 rupiah
beban bunga dijamin pembayarannya oleh 179,14 rupiah laba usaha tunai. EBIT +
Depreciation dikenaldenganistilah EBITD (dibaca ebbit-dee) atau EBITDA yaitu
laba sebelum bunga, pajak dan penyusutan.
Yang
dimaksud dengan penyusutan di sini adalah beban non tunai dalam pengertian luas
, termasuk di dalamnya adalah depresiasi (penyusutan atas aset tetap), deplesi
(penyusutan atas tanah produktif), amortisasi (penyusutan atas aset lain-lain /
intangible assets seperti goodwill, trademark, patent, copyrights, organization
costs, preoperating expenses, license / franchise fee dll) dan bad debt expenses
(beban penghapusan piutang).
Menghitung rasio persediaan
Inventory Turnover = Cost of Goods Sold / Inventory = 2.006 / 301 = 6,66 kali artinya dalam 1 tahun
persediaan berputar sebanyak 6,66 kali. Berputar maksudnya sejak persediaan
dibeli dan masuk ke gudang sampai persediaan itu keluar kembali saat dijual
dihitung satu kali perputaran. Semakin cepat perputaran persediaan, semakin
efisen pemanfaatan aset perusahaan berupa persediaan.
Days’ Sales in Inventory (Inventory days on hand) = 365 / Inventory Turnover = 365 / 6,66 = 55 hari
artinya lama persediaan berada di gudang selama 55 hari. Semakin lama barang
berada di gudang menunjukkan barang tersebut tidak laku dijual.
Menghitung rasio piutang
Receivables Turnover = Sales / Accounts Receivable = 5.000 / 956 = 5,23 kali artinya dalam 1 tahun,
piutang berputar sebanyak 5,23 kali. Maksudnya berputar di sini dihitung sejak
terjadinya penjualan secara kredit sehingga menimbulkan piutang usaha sampai
dilunasinya piutang usaha tersebut. Semakin cepat perputarannya berarti semakin
cepat piutang tertagih.
Days’ Sales in Receivables (A/R days collection) = 365 / Receivables Turnover = 365 / 5,23 = 70 hari
artinya lamanya piutang usaha tertagih selama 70 hari. Umur piutang ini harus
dibandingkan dengan syarat pembayaran. Idealnya umur piutang tidak boleh
melampaui syarat pembayaran (term of payment)
Menghitung perputaran total aset
Total Asset Turnover = Sales / Total Assets = 5.000 / 5.394 = 0,93 kali artinya dalam 1 tahun, total
aset perusahaan berputar sebanyak 0,93 kali. Sangat tidak umum untuk TAT <1,
terutama jika perusahaan memiliki sangat banyak (besar) aset tetap. Karena hal
ini berarti ibarat perusahaan mengalami obesitas (kegemukan) sehingga sulit
menghasilkan penjualan yang memadai , sampai aset perusahaan tidak dapat
berputar bahkan sekali saja dalam setahun.
Capital Intensity Ratio = Total Assets / Sales = 5.394 / 5.000 = 1,08 kali artinya untuk menghasilkan 1
rupiah penjualan diperlukan total aset sebesar 1,08 rupiah.
NWC Turnover = Sales / NWC = 5,000 / (2,256 – 1,995) = 19.16 kali artinya modal
kerja perusahaan berputar sebanyak 19,16 kali dalam setahun.
Fixed Asset Turnover = Sales / NFA = 5.000 / 3.138 = 1,59 kali artinya aset tetap
perusahaan berputar 1,59 kali dalam setahun. Nilai aset tetap yang digunakan di
sini adalah nilai bukunya (book value). Bisa juga digunakan harga perolehan
(cost) dari aset tetap. Bila terdapat perbedaan yang besar antara perputaran
aset tetap bruto (yakni bila digunakan aset tetap sesuai dengan harga perolehannya)
dengan perputaran aset tetap neto (bila digunakan nilai buku aset tetap), hal
ini berarti aset tetap perusahaan telah lama disusutkan (lama digunakan)
sehingga nilai bukunya menjadi kecil. Hal ini dapat berindikasi bahwa aset
tetap perusahaan digunakan secara efisien atau sebaliknya perusahaan tidak
melakukan peremajaan aset tetapnya.
Di
samping itu dapat pula dihitung rasio seperti Payables Turnover (rumusnya Purchases / Accounts Payable) dan A/P payment’s days (rumusnya 365 /
Payables Turnover).
Seluruh
angka 365 menunjukkan jumlah hari dalam setahun. Untuk tahun kabisat, maka
angka ini diubah menjadi 366 hari.
Ad. 4 Menghitung Rasio Keuntungan (profitabilitas
/ Profitability Measures)
Profit Margin = Net Income / Sales = 689 / 5.000 = 13,78% artinya laba bersih (bottom
line) perusahaan sebesar 13,78% dari nilai penjualan atau 1 rupiah penjualan
menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 0,14.
Return on Assets (ROA) Tingkat Pengembalian Aset / Rentabilitas Ekonomis =
Net Income / Total Assets = 689 / 5.394 = 12,77% artinya penggunaan 1 rupiah total
aset menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 0,13.
Return on Equity (ROE) = Tingkat Pengembalian Ekuitas (modal sendiri) =
Rentabilitas Ekuitas Net Income / Total Equity = 689 / 2.556 = 26,96% artinya
setiap 1 rupiah modal yang ditanamkan menghasilkan Rp 0,27 keuntungan bersih.
Ad. 5 Menghitung Nilai Pasar (Market Value Measures)
Harga
Pasar = Rp 87,65 per lembar
Saham
yang beredar = 190,9 juta
PE Ratio = Price per share / Earnings per share = Rp 87,65 / 3,61 = 24,28 kali artinya harga pasar
saham besarnya 24,28 kali dari laba per saham yang dihasilkan.
Market-to-book ratio = market value per share / book
value per share = 87,65 / (2.556 /
190,9) = 6,55 kali artinya nilai pasar perusahaan 6,55 kali dari harga bukunya.
Nilai pasar di atas nilai buku menunjukkan perusahaan baik.
Formula Du
Pont (the Du Pont Identity)
ROE = NI / TE
Kalikan dengan 1 (TA/TA) sehingga menjadi ROE = (NI /
TE) (TA / TA)
ROE = (NI / TA) (TA / TE) = ROA * EM
Kalikan dengan 1 (sales/sales) sehingga menjadi ROE =
(NI / TA) (TA / TE) (Sales / Sales)
ROE = (NI / Sales) (Sales / TA) (TA / TE)
ROE = PM *
TAT * EM
Profit Margin (PM) merupakan ukuran atas efisiensi
usaha perusahaan (seberapa baik perusahaan dapat mengendalikan biaya).
Total Aset Turnover (TAT) merupakan ukuran atas
efisiensi penggunaan aset perusahaan – seberapa baik perusahaan mengelola
asetnya.
Equity Multiplier (EM) merupakan ukuran atas tingkat
pengungkit keuangan perusahaan.
Dengan demikian menurut Du Pont, tingkat pengembalian
ekuitas (return on equity / ROE) tergantung seberapa jauh perusahaan berhasil
mengendalikan biayanya, seberapa baik perusahaan mengelola asetnya dan seberapa
besar angka pengganda ekuitas (seberapa besar perusahaan menggunakan modal
sendiri/ekuitas).
Pada contoh di atas :
ROE = ROA x EM = 12,77% x 2,11 = 26,96%
Atau
ROE = PM x TAT x EM = 13,78% x 0,93 x 2,11 = 26,96%
Mengapa
Perlu Mengevaluasi Laporan Keuangan? Siapa saja pihak yang berkepentingan
terhadap evaluasi Laporan Keuangan?
1.
Untuk keperluan
internal (manajemen) yakni untuk mengevaluasi kinerja (dikaitkan dengan pemberian
kompensasi / imbal hasil ke karyawan dan perbandingan antar divisi) dan
merencanakan masa depan (memberi petunjuk dalam memperkirakan arus kas di masa
mendatang).
2.
Untuk keperluan
eksternal yakni : kreditur (untuk mengetahui kemampuan perusahaan melunasi
pinjaman dan membayar bunga), pemasok (kemampuan perusahaan melunasi / membayar
semua pembeliannya/utang nya), pembeli (semakin baik perusahaan, pembeli akan
yakin akan produk yang ditawarkan) dan pemegang saham (seberapa besar
perusahaan akan memberi tingkat hasil / return atas investasi dalam saham yang
dipunyainya , bagaimana perbandingannya dengan tingkat bunga pinjaman).
Tolok Ukur
Rasio kurang berguna bila tidak bisa dibandingkan.
Membandingkan rasio dari waktu ke waktu , disebut
sebagai analisa kecenderungan waktu (Time-trend analysis). Rasio ini digunakan
untuk melihat bagaimana kinerja perusahaan berubah dari waktu ke waktu. Analisa
ini bisa digunakan untuk keperluan internal maupun eksternal.
Sedangkan bila rasio perusahaan dibandingkan dengan
perusahaan sejenis atau satu industry, disebut analisa industry (Peer Group
Analysis). Contoh : rasio keuangan PT Hyundai Indonesia dibandingkan dengan
rasio industry otomotif. Adapun yang dimaksud dengan rasio industry adalah
rata-rata rasio dari seluruh perusahaan yang berada dalam industry yang sama
(misal : otomotif)
Masalah
Potensial
-
Tidak ada teori
yang mendasari untuk mengetahui rasio mana yang paling relevan.
-
Tolok ukur
menemui kesulitan saat menghadapi perusahaan-perusahaan yang berbeda.
-
Globalisai dan
persaingan internasional membuat perbandingan rasio lebih sulit karena adanya
perbedaan peraturan akuntansi.
-
Terdapat
kebijakan akuntansi seperti untuk persediaan : FIFO, average dll.
-
Adanya perbedaan
tahun fiskal.
-
Adanya pos-pos
(kejadian) istimewa (seperti : bencana alam dll)